• About
  • Contact
  • Sitemap
  • Privacy Policy

Analisis Eksistensial (Seorang Pria dan Wanita)

 

Seorang wanita

Seorang wanita, berumur 24 tahun saat ini menjalani pemeriksaan karena melakukan pembunuhan.  Ia ditemukan sedang menusuk-nusuk seorang pria dengan kalap.  Dengan disertai perlawanan yang mencederai beberapa orang, ia akhirnya dapat ditangkap.  Sejak ditahan, ia menunjukkan reaksi penolakan terhadap orang lain dan cenderung menunjukkan kecurigaannya.  Ia pasif dan tidak mau bekerjasama.  Sering ia ditemukan sedang berbicara sendiri.  Suatu pemeriksaan psikologis akhirnya dilakukan.

            Dari pemeriksaan yang melibatkan juga keluarga dan orang yang mengenalnya, ditemukan bahwa ia dibesarkan di sebuah desa, di sebuah kabupaten di Yogyakarta.  Orangtuanya petani, dengan 7 orang anak.  Ia anak ke 5 (kakak 1 pria dan 3 wanita, adik 2 pria).   

Sewaktu kecil, ia menunjukkan minat yang besar untuk bersekolah.  Akan tetapi, karena masalah ekonomi, ia hanya dapat menamatkan SD.  Ia disuruh menunggu dulu kesempatan bersekolah, karena adiknya harus mendapat prioritas.  Ia dibujuk untuk menikah (usia saat itu 15 tahun), tetapi ia tidak mau karena masih ingin sekolah.  Hal ini menjengkelkan ayahnya, walau banyak dibela ibunya.

Ia lalu memutuskan untuk bekerja ke kota.  Hal ini sebenarnya didasari karena ia seringkali diganggu oleh saudara jauhnya, yang sudah dijodohkan dengannya.  Bahkan lebih jauh lagi, sebenarnya beberapa kali dilecehkan.  Tidak jelas, sejauhmana ia diperlakukan, karena ia tidak mau membicarakannya.  “Serem”, katanya.  Ia tidak menyukai calon suaminya, karena beda umur yang jauh dan kebiasaannya berjudi.

Bekerja sebagai buruh pabrik, ia tidak lama bertahan. Parasnya yang cukup cantik membuatnya digoda oleh mandornya.  Ia tidak tahan, kemudian berhenti.  Setelah berpindah-pindah kerja beberapa kali, ia lalu ditampung oleh seorang kerabat jauh, seorang wanita berusia setengah baya.  Waktu itu, ia sudah menunjukkan ketidaksukaannya  pada pria, yang menurutnya hanya mementingkan diri sendiri dan mengambil keuntungan dari orang yang lemah,

Kerabatnya ini ternyata pernah berprofesi sebagai wanita penghibur.  Karena merasa berhutang budi, ia tidak kuasa menolak ketika ia diminta untuk menjadi wanita penghibur.  “Anggap saja ini kesempatan membalas pria.  Yang penting uangnya.  Di sini bukan urusan cinta.”  Demikian arahan yang ia terima, yang kemudian ia rasakan kebenarannya, karena secara ekonomi, kini ia lebih mapan.  Akan tetapi, ia berikrar, bahwa suatu hari ia harus berhenti dan kalau bisa, ia harus sekolah lagi. 

Ia lalu berkenalan dengan seorang pria,  X, seorang mahasiswa pasca sarjana, yang menurutnya berbeda dengan pria-pria lain.  X digambarkan sebagai orang yang baik dan sopan, akan tetapi terkesan kesepian.  Hubungan keduanya berjalan lebih jauh sampai akhirnya mereka memutuskan untuk tinggal bersama.  Ia mengatakan bahwa baru kali ini ia merasakan adanya kebahagiaan.  X mendorongnya untuk mengikuti sekolah malam sehingga ia dapat mempersiapkan diri mengikuti ujian persamaan.  Pulang sekolah, ia selalu dijemput.  Hal ini membuatnya mencoba untuk melayani X sebaik-baiknya, karena baru X yang sungguh-sungguh menunjukkan perhatian pada dirinya.  Yang ia sesalkan adalah ajakannya untuk menikah masih ditolak oleh X.  X ingin agar studi pasca sarjananya beres dulu.

Seorang Wanita 
Dua bulan yang lalu, X pulang ke kotanya.  Katanya, ia mau laporan karena sebentar lagi, akan ujian sidang.  X tidak mau mengajaknya, karena  takut keluarganya belum siap bertemu dengan pasangannya.  Setelah pulang, ia merasakan adanya perubahan tingkahlaku X.  X sering melamun dan tingkahlakunya tidak sebaik dulu lagi.  Ia merasa curiga keluarganya tidak setuju hubungan X dengan dirinya.  Pertanyaannya tentang pernikahan, yang direncanakan setelah lulus pasca sarjana, selalu berakhir pada ledakan pertengkaran dan kemarahan X yang luarbiasa.  Hal ini membuatnya sangat sedih dan bingung. 

Pada suatu saat, ia menemukan kebenarannya, ketika membereskan barang-barang X.  X, ternyata sudah berkeluarga, dengan dua orang anak.  X memang tidak bahagia dengan perkawinannya.  Itu sebabnya, ketika studi pasca sarjana, X tidak mau membawa keluarganya.  X merasa marah, karena selama ini ternyata dibohongi.  Berhari-hari, ia memikirkan apa yang harus dilakukan.  Ia tidak lagi menaruh perhatian pada dirinya, pacarnya X maupun kondisi rumah kontrakan mereka lagi.  Menurut tetangga, tingkahlakunya berubah.  Banyak melamun dan tidak memperhatikan, jika ditanya orang.  Seringkali bicara sendiri atau menyanyi-nyanyi.  Terkadang, terdengar ia memaki-maki, padahal tidak ada orang di rumah.

Pada hari kejadian, ia memutuskan bertanya pada X mengenai kelanjutan hubungan mereka.  X seperti biasa mengelak, dan terkejut ketika ternyata rahasia perkawinannya sudah diketahui. X mengatakan bahwa ia tidak mungkin menikah.  Mendengar kata-kata ini, ia menyambar pisau dan kemudian menusuk X.  Setelah X terguling di lantai, ia terus menusuki X dengan membabi buta.  Saksi mata mengatakan, ia terus berteriak-teriak, “Biar setannya keluar ! Biar setannya keluar !”  Teriakan ini bercampur tangis histeris. 

Ketika ditanya tentang kematian X, ia tidak mau menjawab.  Tetapi, ia berkali-kali menyebut X adalah satu-satunya cintanya dan X sudah pergi. 
  
Seorang Pria

S adalah seorang pria berusia 27 tahun dengan tinggi badan 170 cm, 55 kg.  Saat bertemu, berpakaian baju kotak-kotak yang dipadu dengan celana watna hitam yang tampak rapi disterika.  Rambut cepak, model tentara.  Sepatu hitam, model pantofel, mengkilap disemir.  Matanya sedikit merah dan di seputar matanya agak gelap.

            S sejak kecil bercita-cita menjadi perwira ABRI.  Hal itu menyebabkan ia senang kegiatan olahraga maupun kegiatan alam bebas lainnya.  Waktu SMU, ia masuk berbagai kegiatan yang menurutnya “keras”, baik itu Paskibra, Pramuka maupun Pencinta Alam.  Ia selau menjadi ketua.  “ Bagian yang paling mengesankan adalah ketika saya harus mengalahkan diri sendiri …. Merasa sudah tidak sanggup …. Terus mencoba … dan ternyata saya bisa.”
Sewaktu testing masuk AKABRI, ia ternyata gagal.  Ada beberapa pilihan yang menjadi alternatif, di antaranya masuk STPDN atau kuliah.  Ia memutuskan untuk kuliah karena ia ingin masuk militer lewat jalur perwira wajib militer sukarela.  Menurutnya, kegagalannya karena ia tidak punya backing.  Beberapa temannya bisa masuk AKABRI karena punya backing.

Ia diterima di Fakultas Hukum sebuah PTN, lulus lima tahun kemudian.  Ia lalu melanjutkan ke program pasca sarjana hokum.  Sebenarnya ia mau langsung masuk militer, tapi sidang sarjananya tertunda karena pembimbingnya keluar negeri.  Akibatnya ia tidak dapat mendaftar program perwira karena masa pendaftarannya sudah lewat.  Karena tidak mau menganggur, ia memutuskan untuk langsung mendaftar program magister hukum.

Sewaktu tidak diterima AKABRI, ia mengatakan tidak terlalu kecewa.  “ Cuma penasaran …”  Ia yakin kalau proses penyeleksian murni tanpa backing, ia pasti diterima.  Selama masih kuliah, ia mengaku menikmati hidup sebagai mahasiswa.  Ia tetap memilih kegiatan “keras” dengan ikut resimen mahasswa, unit search and rescue maupun kegiatan lain seperti kesenian.  Justru lewat “kesenian”, ia bertemu dengan pacarnya.

Hubungan keduanya cukup serius. Kakak pacarnya adalah seorang perwira angkatan udara dan hubungannya dengan kakak pacarnya sangat erat.  “ Waktu saya mulai pacaran, kakak pacar saya masih Taruna AAU.”  Relasi ini membuatnya makin mantap untuk memilih karir di dunia militer dan pacarnya pun tidak berkeberatan.
Keadaan berubah ketika kakak pacarnya ini tewas dalam kecelakaan pesawat terbang.  Ia mengaku sangat terpukul karena kehilangan orang yang bisa memahami dirinya.  Kehilangan yang sama besarnya juga dirasakan pacarnya yang kehilangan satu-satunya kakak lelaki.  Sejak itu, pacarnya membenci segala hal yang berbau militer.

Ia mengaku bahwa bulan-bulan pertama setelah kematian itu sangat berat.  Untuk menjaga perasaan pacarnya, ia mencoba beradaptasi.  Tidak lagi membawa sesuatu yang berbau militer ke rumahnya.  “Cuma satu yang susah saya lakukan, yaitu memanjangkan rambut ….”
Konflik muncul ketika ia selesai dengan studi magisternya.  Pacarnya tidak setuju dia masuk militer, bahkan mengultimatum minta putus, jika ia meneruskan niatnya.  Ia bimbang cukup lama sampai dosennya mengajak bekerja di kantor pengacara miliknya.  Prestasi akademiknya memang menonjol.  Setelah menimbang-nimbang, ia memutuskan untuk bekerja di kantor pengacara tersebut di Jakarta.

Mula-mula pekerjaan itu menarik, lalu tiba-tiba pekerjaannya berubah menjadi monoton dan menjemukan.  Hal itu terjadi terutama setelah ia menghadiri pernikahan temannya yang kini telah menjadi perwira militer.  “ Pokoknya … beberapa bulan setelah itu …. Saya mulai merasakan kejenuhan.”  Ia mengaku sering berpikir tentang militer lagi.  Ia tidak bisa menutupi rasa “irinya” jika melihat seorang perwira muda dengan uniform.

Hal ini mengganggu tidur dan konsentrasinya sehingga ia merasa kerjanya di kantor tidak lagi optimal.  “ Saya merasa mulai mengecewakan pak …. (nama dosennya)”  Sang dosen menyarankan agar ia berkonsultasi ke psikolog.



Analisis Eksistensial (Seorang Pria dan Wanita) 4.5 5 Unknown analisis eksistensialisme analisis eksistensial untuk psikologi dan psikiatri tokoh analisis eksistensial buku analisis eksistensial analisis eksistensial Seorang wanita Seorang wanita, berumur 24 tahun saat ini menjalani pemeriksaan karena melakukan pembunuhan.  Ia ditemukan sedang men...


No comments:

Post a Comment

J-Theme