Topik : Kecenderungan inquiry. Mencari keterangan respon
warna di bawah
normal. Interprestasi dinamika warna.
PENGANTAR
Orang
yang tidak peka terhadap rangsang-rangsang emosional dan rangsang affektif bisa
dibayangkan macam robot, tapi orang seperti itu kerap kali hanya ada dalam
dongeng; dan karena tak ada logika yang bisa menjelaskan perkembangan macam apa
gerangan yang telah membuatnya tandus seperti komputer, keajaiban Mr. Spock,
seperti jaga keajaiban Superman, dengan ringkas diterangkan karena mereka
adalah malaikat planit.
Jika
orang tidak punya affek dan atau tidak punya emosi hanya ada dalam dongeng,
bagaimana protokol S dewasa tanpa respon
shading (Fk, Kf, k, FK, KF, K, Fc, cF, c) atau tanpa respon warna (FC, CF, C,
F, C, F, F/C, C/F, C NYA, C dan CF) bisa diterangkan? Dengan mengabaikan
kemungkinan orang yang berkembang menjadi kering seperti robot, alternatip lain
adalah bahwa S tidak mau atau tidak mampu, atau keduanya sekaligus, untuk
menghasilkan konsep respon dengan menyertakan shading atau warna sebagai
determinan. Telaahan dinamik yang menerangkan mengapa respon shadingbisa
banyak, atau sedikit, atau samasekali hilang, mengapa di kartu VII keluar
shading tapi di kartuIV tidak, dan shading yang bersangkut paut dengan reaksi
disebut dinamika shading di bawah respon warna disebut dinamika warna. Disini
hanya akan dibicarakan mengenai dinamika warna.
Dinamika
warna adalah salah satu dari sebelas aspek yang mendasari analisa sekwen. Kesepuluh
aspek lain adalah : telaahan mengenai * pemanfaatan lokasi *
pemanfaatan determinan * dinamika shading * naik-turunnya FLR * Reaction time
dan Response time, jumlah respon yang bisa dihasilkan, selanjutnya *
kmentar-komentar * tingkah laku selain ditent * resksi spesipik waktu
ferformance dibandingkan waktu inquiry dan testing tachlitics dimana situasi
test sudah berubah, hubungan S dengan S, yang kesemuanya tidak bisa discore
sehingga tak nampak pada lembar protokol,disamping * dinamika warna yang telah
disebutkan terlebih dahulu. Bisa memberikan informasi tambahan untuk
menguatkan, melengkapi, atau
memodifikasi gambaran kpribadian yang diperoleh dari hanya analisa kwantitatip. Analisa konten adalah perkra lain yang juga
akan banyak membantu.
Jadi
persoalanya adalah, bagaimana caranya supaya kitadapat menyimpulkan selayaknya
bahanyang bia ditelaah, yang informatif bukan bahan yang sepele? Langkah
pertama adalah dengan mengenali sifat-sifat khas tipu kartu, artinya
kita harus paham benar, stimulasi macam apa yang disajikan masing-masing kartu,
bagaimana reaksi kebanyakan orang normal terhaadapa stimulasi tersebut, dan
keterangan macam apa yang bisa diperoleh dari reaksi S yang spesipik.
Bahan-bahan yang diperoleh dari kartu I ditambah, diperluas, diubah, dperjelas,
dikokohkan atau tak jarang pula disingkirkan berdasarkan bahan baru yang
ditemukan pada penyajian sembilan kartu berikutnya. Bahan-bahan dari kartu I
dan kartu II dikonfirmasikan dengan bahan-bahan yang diperoleh dari delapan
penyajian kartu berikutnya, dan demikian seterusnya, yang atas unsur itu
selangkah demi selangkah dikumpulkan dari banyak bahan untuk bagaimana
kira-kira sketsa kepribadian S.
Dengan
semikian, begitu selesai ferformance E, telah siap dengan sejumlah praduga atau
harapan untuk ditelaah pada kesempatan inquiry. 10 jika misalnya pada
ferformance warna hanya kedengaran di kartu II dan III dan itu terjadi dengan
.lancar, masuk akal untuk .menduga bahwa respon kartu VIII-IX-X yang kaya
(32-40% atau leih) juga menyertakan warna sekaligus pada ferformance tidak
disebut. Jawaban darah, api, ledakan pada kartu II dengan RT pendek, sangat
mungkin menyertakan warna walaupun pada ferformance tidak disebut. Dan jika
lpada inquiry terbukti itu benar, boleh menduga kera yang jatuh ditembak atau barangkali pita di kartu III
lebih mungkin disetai warna tinimbang msalnya
kupu-kupu atau dasi kupu-kupu. Jawaban warna lebih diharapkan dari S yang
menghasilkan M dan FM lebih banyak dikartu I-IV-V-VI-VII daripada andaikata M
dan FM banyak muncul dikartu VIII-IX-X-II-III. begitu pula jika F sedikit,
jawaban warna bisa banyak kecuali jika tempatnya digantikan oeh shading atau
movement. S dengan RT panjang yang menggunakan lokasi D1 dan D2. kartu II lebih
menyembunyikan warna daripada S terus-terang dengan RT pendek: tapi jika disertai FLR baik, pada
inquiry warna bisa tetap tak keluar. Jawaban-jawaban
1)
perhatikan contoh inquiry ke III (manual, hal 161-162) : pertanyaan yang gencar, bukan sambil nunjuk-nunjuk, didasari
oleh ketakmampuan S memperjelas di kartu I, bingung di kartu II, pilihan lokasi
di kepiting, D3 kiri-kanan yang baru terjawab /pada inquiry VI dan VII yang
mencurigakan. Disini jelas untuk inquiry tidak cukup dengan sekedar menyediakan
telinga atau potlot, pertanyaan-pertanyaan yang disajikan tidak asal tembak,
bukan pula potokopi dari pertanyaan untuk setiap kartu III.
Suasana senja, suasana pesta, bunga, hutan, taman, konsep
gambar anatomis jeroan misalnya jantung, lambung, pembuluh-pembuluh darah dll.,
kadang-kadang juga peta dan awan pada VIII-IX-X yang walaupun pada ferformance
tidak disebut, boleh dicurigai menyertakan warna.
Dengan
sejumlah praduga yang dipersiapkan, inquiry tidak lagi semata-mata untuk
memperluas respon supaya bisa discore, melainkan juga untuk mengkonfirmasikan
praduga-praduga tadi, sehingga pertanyaan–pertanyaan yang di ajukan benar-benar
terarah, effektif dan heat, tidak asal tembak, dan sementara itu undang-undang
inquiry etap harus dipegang teguh, yaitu bahwa pertanyaan-pertanyaan harus tetap
netral, tidak boleh mensugesti, tidak boleh menantang / menguji, tidak boleh
memacu, bertanya sedikit lebih baik daripada bertanya banyak. Perhatikan bahwa
praduga tak lain dari dugaan yang direka-reka, yang dikhayalkan, atu harapan
yang tidak harus terwujud.
Andaikata
ditemukan beberapa CF atau bahkan C di kartu VIII-IX-X dan tadi dio kartu II
ada semburan api yang terlanjur hanya discore mF, masih ada kesempatan pada
analogy period untuk memeriksa apakah disitu juga ada additional CF, namun sekali
lagi, itu tidak harus ada. Analogy period dikerjakan sebagai berikut : jika pada satu protokol setelah inquiry
ditemukan hanya satu jawaban warna, misalnya IX ‘awan lembayung (Inq : ) karena warnanya merah, sedangkan
menurut praduga lebih dari satu, E menjajarkan kartu-kartu dan betanya : “ini tadi anda katakan sebagai awan
lembayung karena warnanya merah. Coba tunjukan jawaban-jawaban lain yang juga
diilhami oleh warna.” Jika hanya satu jawaban yang dicurigai, pertanyaan bisa
langsung begini : “ini seperti awan lembayung sebab warnanya
merah. Bagaimana dengan yang .ini?” perhatikan, karena bentuk-bentuk pertanyaan
seperti itu oleh S bisa ditangkap sebagai sugesti, dpl rangsangnya tidak lagi
disajikan pada kartu melainkan pada kata-kata E yang berfungsi sebagai
amflifier, maka score warna hanya boleh dimasukan dalam protokol sebagai
additional bila S bisa menerangkan
bagaimana warna tsb mengiolhami konsep jawabannya, misalnya dikatakan : “yah, ini kepiting rebus. Jika direbus
kepiting warnanya menjadi merah.”
TITIK
TOLAK.
Penafsiran
warna bertolak dari anggaran dasar bahwa warna-warna merah menyala,
meledak-ledak, bergejolak, keras dan kasar yang terdapat pada kartu II dan III,
dan warna-warna yang lembut, sejuk, indah, beraneka ragam, ramai, meriah, pada keseluruhan
kartu VIII-IX-X ditangkap oleh testee sebagai dampak emosional lpngkungan.
Bagaimana S mengolah dampak emosional tadi, dicirikan oleh reaksi-reaksi S
terhadap kelima kartu tersebut. Ini berarti reaksi S terhadap warna atau kartu
berwarna dapat dijadikan titik tolak interpretasi penyesuaian diri S
terhadap dampakemosonal lingkungannya.
Reaksi-reaksi
S dinyatakan dengan score yang bisa ditelaah pada analisa Kwantitatif, tapi
hanya sebagian saja dari reaksi S yang bisa discore berarti, hanya dengan
analisa kwintatif baru separuh informasi yang di manfaatkan untuk melukiskan
kepribadian S. Macam-macam reaksi seperti misalnya mengusap-ngusap kartu, ogah
pegang kartu, mengomentari blot, macam-macam ungkapan yang menyatakan perasaan-perasaan
seseorang, tidak senang, jijik, melucu, ragu-ragu, dan sebagainya., 1) yangbtidak terjaring score, terjaring
dalam sebelas aspek analisa sekwen yang macam-macam dengan analisa konten
ditelaah secara dinamik. Untuk warna, titik tolak interpretasi persis sama
dengan yang berlaku pada analisa
kwantitatif namun disini lebih luwes, tidak kaku atau rutin karena tergantung
rumus-rumus. Satu score CF yang muncul di kartu II memberikan informasi yang
berbeda dengan andaikata score itu muncul di kartu X, karena kwalitas rangsang
memang berbeda . Berartipenafsiran kwalitatif
membutuhkan kepekaan kepekaan diperoleh
dari banyak pengalaman yang intens. Pada tahap lanjutan analisa kwalitatif
menempati kedudukan makin penbting tinimbang analisa kwantitatif.
Telaahan
dinamika warna adalah usaha pemahaman mengenai apa yang terjadi dibalik
reaksi-reaksi atas warna dan kartu berwarna. Reaksi atas warna dicirikan oleh
macam-macan respon warna. Reaksi atas kartu berwarna dicirikan oleh jumlah
respon, pilihan lokasi, reaction time, total response time untuk kartu ybs,
respon F ( kecuali kartu IX ), FLR, dll., disamping reaksi-reaksi yang tidak
bisa dinyatakan dengan score. Reaksi-reaksi yang tidak discore dibicarakan pada
uraian mengenai aspek lain yang mendasari analisa sekwen sesuai dengan reaksi
yang diberikan.
1) lihat : Gilbert, joseph, interpreting
psychological test Data vol I: test response Antheedent, Vant Nestrand
Reinhold Company, New York, hal, 226-235: Ogdon, Donald P., Psychodiagnostics
and personality Assassment: A Handbook, Western Psychological services,
los Angeles, hal. 32-38. leslie Phillipe dan joseph G Smith pada Rorselinch
Interpretation Advanced thenique. Grunes stratton, New York, 1993, hal
207-315, dengan cemerlang mendemonstrasikan analisa berdasarkan hanya enam
respon dari tiga kartu pertama yang hasilnya kemudian dikonfirmasikan dengan
life histery data.
Penelaahan reaksi
S terhadap warna atau kartu berwarna tertolak dari tiga kemungkinan yaitu:
S memberikan respon warna, tidak memberikan respon warna, dan,
sadar atau tidak sadar merasa
terganggu oleh kehadiran warna. Dengan menelaah kemungkinan lebih lanjut,
persoalan dapat diperjelas sebagai berikut.
1.
yang memberikan respon warna, persoalan utama adalah
warena tersebut dialami oleh S sebagaimana nampak dalam konsep jawaban yang
diberikan, dpl bagaimana warna dimanfaatkan sebagai determins.
2.
bagi S yang menahan atau tidak memberikan respon warna,
persoalan utama adalah, bagaimana warna tersebut dialami S sehingga S hanya sedikit
saja atau samasekali tidak mampu
memberikan respon warna. Kemungkinannya adalah :
(a)
karena S pilih-pilih warna, color choosiness ;
(b)
karena S segan atau ogah-ogahan terhadap warna, color Shyness;
(c)
karena S menolak atau menyangkal kehadiran warna, color denial
;
(d)
karena S menghindari warna, color avoidance ;
(e) karena S
melupakan, mengabaikan, atau menyepelekan warna, tanpa menyadari bahwa dia
‘lupa’ akan warna sebenarnya lantaran dia merasa terganggu oleh warna,
disregarded or color with objective disturbance.
3. bagi S yang merasa terganggu oleh kartu
berwarna, dpl merasa terganggu oleh kehadiran warna, atau pada saat
mempergunakan lokasi berwarna, persoalan utama adalah mencirikan apakah
gangguan warna tersebut dialami secara sadar atau tidak sadar, atau dengan
istilah teknis yangselanjutnya akan dipergunakan pada uraian ini, untuk
membedakan apakah gangguan tadi merupakan gangguan subyektip ataukah gangguan
obyektip.
Senantiasa
mungkin, ketiga kemungkinan diatas terjadi secara bersama-sama, jadi misalnya pada
S yang memberikan beberapa respon warna (= kemungkinan 1) ditemukan petunjuk
bahwa juga S menghindari warna (= kemungkinan 2d) dan bersamaan dengan itu pula
bukti-bukti bahwa sebenarnya S merasa terganggu oleh kehadiran warna (=
kemungkinan 3). Sekalipun demikian, pada uraian ini masing-masing kemungkinan
akan disoroti secara terpisah.
PEMANFAATAN
WARNA SEBAGAI DETERMINAN
Reaksi
pertama terhadap warna ditemukan pada usia mentai antara dua-lima tahun yang
diekspresikan dengan menyebut nama-nama warna. Kecenderungan demikian
berangsur-angsur menurun dan hilang lagi pada usia enam tahun. Warna yang
diintegrasikan dalam konsep secara arbitror (= seenaknya) atau sebagai pembeda
pertama kali ditemukan pada usia-mental tiga tahun dalam ungkapan “api hijau...
api merah... api kuning... “ dan seterusnya. Bersama-sama dengan itu detail
lokasi berwarna mulai menarik perhatian dan muncul jawaban-jawaban seperti
“tangan... kepala... kaki...” secara terpisah-pisah, tidak terorganisirsebagai
satu keseluruhan walaupun struktur dari blot membuka kemungkinan untuk itu.
Sekalipun
demikian, secara umum pada S anak-anak jarang ditemukan jawaban yang yang
menyertakan warna sebagai determinan. Konsep jawaban yang berhubungan dengan
stimulus warna baru ditemukan pada usia-mental kira-kira lima tahun, misalnya
respon “darah” atau “api” untuk rangsang warna merah, akan tetapi tanpa
keterangan lebih lanjut. Unsur F yang menyertai kelahiran C baru ditemukan pada
usia-mental kira-kira sepuluh tahun, dan sesudah itu score C dan CF berangsur-angsur
menghilang bersamaan dengan munculnya FC. Pada S normal adolesendan dewasa FC
tetap dominan atau CF dan C. Warna juga dapat keloar dengan leluasa pada S yang
memiliki tarap intelligensi superior. 1)
Penelitian
statistis pada S anak-anak berusia antara dua-sepuluh tahun oleh Louise Amon,
Janet larned, Ruth Motraux dan R.N Walls memberikan gambaran sebagai berikut “
2)
1)
Phillips, leslie and smith, joseph g., rorchach
interpretation : advanced thenique, grano and stration, new york, 1953, hal.
41-42.
2)
Ames, louise, learned, janet,mitroux, ruth
and walker, r.n., child rorchach response, pauul b, hoeber, inq., new
york, 1952
MEDIAN SCORE
WARNA PADA ANAK-ANAK USIA 2-10 TAHUN
U S
I A
|
M E D I A N
|
|
FC CF C
|
C
|
|
2
tahun
2,5 tahun
3 tahun
3,5 tahun
4 tahun
4,5 tahun
5 tahun
5,5 tahun
6 tahun
7 tahun
8 tahun
9 tahun
10 tahun
|
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 1 0
0 0,5 0
0 0,5 0
|
0
0
0
0
0,5
1,5
1,5
2
2
2,5
1,5
1,5
1
|
...............................10-16
tahun dengan membedakan jenis kelamin, penyebaran score warna dapat diperiksa
pada tabel di bawah ini. 1)
MEDIAN SCORE WARNA
ADOMEAN PADA USIA 10-16 TAHUN
USIA DAN
JENIS
KELAMIN
|
M E D I A N
|
|||
FC
LK PR
JML
|
CF
LK PR
JML
|
C
LK PR
JML
|
0
LK PR
JML
|
|
LK
10 tahun PR JML
|
0
0
0
|
1
1
1
|
0
0
0
|
1
1
1
|
LK
11 tahun PR
JML
|
0
0
0
|
1
1
1
|
0
0
0
|
1
1
1
|
LK
12 tahun PR
JML
|
0
0
0
|
1
0
0
|
0
0
0
|
1
1
1
|
LK
13 tahun PR
JML
|
0
0
0
|
0
0
0
|
0
0
0
|
0,5
0,5
0,5
|
LK
14 tahun PR
JML
|
0
0
0
|
0
0
0
|
0
0
0
|
0,5
1
1
|
LK
15 tahun PR
JML
|
0
0
0
|
0
1
0
|
0
0
0
|
0
0
1
|
LK
16 tahun PR
JML
|
0
0
0
|
0
1
1
|
0
0
0
|
1
1,5
1
|
10.
Ames, Losic, Metraux, Ruth, and Walker, R.N.
Adolescent RorshachResponses, Paul B, Inc., New York 1959.
Untuk
usia lanjut di atas 50 tahun, penyebaran score warena dapat diberikan pada
beberapa tabel dibawah ini. 1)
MEAN SCORE WARNA
PADA USIA LANJUT
MENURUT KLOPFER
RATA-RATA USIA
|
JUMLAH SAMPLE
|
M E A N
|
||
FC
|
CF
|
C
|
||
73,5 th
|
50
|
0,3
|
0,7
|
- _
|
MENURUT PRADA DAN
PRIDE
USIA
|
JUMLAH
SAMPLE
|
M E A N
|
||
FC
|
CF
|
C
|
||
50-60
61-70
71-80
|
13
12
10
|
1,8
1,7
0,2
|
1,5
1,6
0,2
|
0,2
0,2
0,3
|
MEAN
SCORE WARNA PADA SENILE DEMENTIA
MENURUT
DORKEN DAN KROL
RATA-RATA
USIA
|
JUMLAH
SAMPLE
|
MEAN
|
KETERANGAN
|
||
FC
|
CF
|
C
|
|||
70,3 th
|
30
|
9,7
|
0,4
|
0,2
|
Senile dementia
|
MEAAN
SCORE WARNA PADA S USIA LANJUT 70-100 TAHUN
MENURUT
AMES dkk
KONDISI
|
JUMLAH
SAMPLE
|
M E A N
|
||
FC
|
CF
|
C
|
||
Normal
Prasenile
Senile
|
42
160
14
|
1,0
0,3
0,2
|
0,3
0,5
0,1
|
0,0
0,1
0,1
|
Perhatikan
angka-angka pada keenam tabel di atas terutama dalam hubungannya
dengan batas wewenang penafsiran FC : ( CF + C ) dan sum C. Penelitian statistis pada S dewasa normal oleh.
10. Ames, Losic, Learned,
Janet, Metraux, Ruth, and Walker, R.N. Rorschac Responses In Old Age,
Paul B, Hoeber, Inc., New York, 1954.
W.A. Cass, Jr,
dan F.A. Reynolds pada awal tahun 50-an memberi gambaran seperti nampak pada
tabel di bawah ini.
MEAN
SCORE WARNA
PADA S
DEWASA NORMAL
SCORE
|
MEAN
|
FC
CF
C
|
2,1
1,8
0,2
|
Sekali
lagi, angka-angka di atas secara kwantitatip membatasi penafsiran segala hal yang .bersangkut paut dengan respon warna,
termasuk norma, pengertian-pengetian ‘noirmal’, ‘banyak’, ‘sedikit’, ‘cenderung menahan’, dan seterusnya. Nampak bahwa S yang adekwat bukan S yang hanya bisa menghasilkan FC semata-mata,
melainkan yang bersedia memperlihatkan CF.
Pemanfaatan
warna secara konstruktip dicirikan oleh penggunaan nada-nada warna sebagaimana yang
disajikan sebaagai stimulus tanpa keraguan, tanpa perasaan terganggu, mampu
mengontrol akan tidak kaku, tidak tampak terhadap situasi emosional dan
larenanya bereaksi dengan tepat dan wajar, sanggup menghadapi tantangan emosional yang artinya tidak lantas menarik
diri atau melarikan diri jika dihadapkan pada tantangan emosional. Pada lembar
protokol situasi
demikian dicirikan oleh kehadiran score FC dan beberapa CF, andaikata muncul
arbitrary-C (F/C atau C/F), forced-C
atau C-F), atau C-symbolis (C sym), perhatikan apakah score demikian
mengalir dengan lancar atau ditahan-tahan karena sebenarnya ada usaha menahan
tapi kebobolan. S yang akrab dengan akan juga menghasilkan arbitrary-C,
forced-C, atau C-symbolic dengan mudah, lain halnya andaikata score itu teradi
karena S, sadar atau tidak, merasa terganggu oleh warna.
Dengan
ilustrasi sederhana seperti digambarkan di atas kiranya, dalam banyak hal score
tidak selayaknya diinterpretasikan secara buta sesuai kamus. Penafsiran score
warna hendaknya dimodifikasi, artinya diubah, dibatasi, direparasi bersamaan
dengan lokasi yang dipergunakan, dalam hubugannya dengan konten dengan
determinan lain, dengan FLR, dengan ekspressi verbal mengindikasikan perasaan-perasaan senang atau tidak
senang, dan dengan keurutan munculnya semua score warna yang tampil pada keseluruhan
protokol.
Yang
terutama harus diperhatikan adalah bila S memberikan berwarna terhadap stimulus
tak berwarna, misalnya pada kartu VI :
Lokasi : D5
Kupu-kupu yangbsayapnya
berwarna-warni... merah, kuning, ungu. (Inq :
nampak berwarna-warni karena cukup terang).
Lokasi : (tanpa
D2)
Amparan orang
Indian dengan anyaman yang berwarna-warni. (Inq : variasi warna terkesan dari
gelap-terang sebagai warna-warna kuning muda, hijau, biru tua).
Untuk respon
demikian determinan discore Fc karena disini jelas rangsang yang ditangkap dan yang menghasilkan
konsep jawaban tersebut, adalah shading. Jadi disini S menyembunyikan shading
dengan akibat procot warna. Ini diseburt abertive sublition. Sublimasi terjadi
bilamana needs atau drive di arahnya dan
muncul sebagai tingkah laku yang bisa diterima lingkungannya. Kebutuhan affek
diterjamahkan dalam motivasi yang maya, sedangkan motip yang sebenarnya
direpress diproyeksikan pada orang lain.
Pada kondisi demikian S merasa terpanggil untuk berkorban ‘ demi kepentingan
orang lain’. Padahal dibalik itu sebenarnya ia sangat mengharapkan affek
sebagai imbalan atas perbuatannya yang patut di puji itu, dpl S tidak menolong
demi untuk menolong atau demi orang yang ditolongnya, melainkan demi kepuasan
dirinya sendiri.
Apabila
jawaban warna muncul dari daerah achromatic tanpa shading yang bisa membenarkan
kelahiran respon yang menyertakan konsep warna tersebut, atau apabila warna
yang disebutkan samasekali lain dari rangsang
warna yang melahirkannya. Berarti S lebih dikuasai oleh frustrasi,
angan-angan, dan itu berarti hubungan dengan
realitas lemah,
KECENDERUNGAN
MENAHAN ATAU TIDAK MEMBERIKAN RESPON WARNA
S yang
hanya sedikit menghasilkan respon warna atau apa respon warna samasekali tidak keluar, ada lima
alternatip yang harus dipertimbangkan
1. Color
choosiness.
Pilih-piih warna dicirikan oleh
kecenderungan S yang hanya bersedia mempergunakan warna-warna tenang (mild
colors) untuk konsep jawabannya dan menghindar dari daerah berwarna di kartu II
dan III. Hal demikian terjadi karena S merasa terhangga pada saat
berhadapan dengan tantangan emosional dan karenanya merasa enggan terlihat
secara emosional terlalu jauh.
2. Color
shyness.
Persamaan segan atau ogah-ogahan
terhadap warna dicirikan oleh respon warna yang hanya muncul sedikit atau sama
sekali tidak muncul respon warna pada keseluruhan protokol. Bila hal demikian
terjadi tanpa gangguan obyektip waktu waktu memberikan respon pada lokasi
berwarna, berarti S tidak bergantung secara emosional dengan orang lain, namun
mampu menghadapi tantangan emosional, dengan perkataan laintidak terganggu oleh
suasana emosional lingkungannya.
3.
Color danial.
Penyangkulan
warna dicirikan oleh konsep jawaban yang diduga diilhami oleh warna, namun pada
inguiry S terang-terangan. Menyangkal bahwa warna bersangkut paut dengan konsep
respon yang diberikannya. Misalnya
untuk jawaban “bintang berkelahi” pada kartu II S menolak mengikut sertakan
bagian berwarna merah sebagai darah, atau “pita” (hair ribbon) di kartu III
yang pada insuiry ditegaskan bahwa konsep tersebut lahir semat-mata karena
bentuk.
Andai kata benar di kartu II dan III
S menyangkal warna, hendaknya diperiksa dan diperbedakan tiga kemungkunan di bawah
ini:
·
Penyangkalan
terjadi secara konsisten pada seluruh kartu berwarna:
·
Penyangkalan
hanya terjadi pada warna-warna panas di kartu II dan III, akan tetapi bersikap
toleran terhadap warna-warna sejak di kartu VIII, IX, X yang berarti pada tiga
kartu terakhir bisa muncul satu-dua atau beberapa jawaban berwarna.
·
Penyangkalan di kartu II dan III dibarengi oleh
kemunculan respon warna keras sebagai darah, api, ledakan, di kartu VIII, IX,
X.
Penyangkalan
warna pencirikan ego strength,
kesanggupan melawan tantangan impat emosional, tetap berdiri teguh dalam
menhadapi dampak emosional; akan tetapi rumusan ini harus di modifikasi.
Seandainya keberhasilan menyangkal warna dibarengi oleh gangguan
obyektipmisalnya FLR turun, perubahan keurutan lokasi, perubahan kualitas
determinan,P hilang, dan; atau keberhasilan menyangkal di satu kartu membawa
resiko kebobolan respon warna tak terkontrol di lokasi atau di kartu lain.
Perhatikan seandainya yang kemudian muncul adalah jawaban darah,api, atau
ledakan.
Tabel di bawah ini berisi daftar
kemungkinan jawaban darah dan, atau ledakan yang jamin di tentukan.
KARTU
|
LOKASI
|
KONSEP
JAWABAN
|
II
|
W
III
D2
Do
atau dd
Lokasi
darah
|
(1)
ledakan
(2)
asap dan api
(1)
darah
(2)
api, api unggun
(3)
v api
(4)
v ledakan
Darah
darah
|
III
|
DI + D2
D2
|
Darah
(1) percikan darah
(2) api
|
IV
(Achr)
|
D5
D2
(termasuk bagian seperti gunung)
|
Lidah api
Kobaran api atau kepalan
asap dari gunung berapi
|
VIII
|
D5
D6
kiri kanan D7
|
api,
hutan terbakar noda darah (pada kain, dan sebagainya)
|
KARTU
|
LOKASI
|
KONSEP
JAWABAN
|
IX
|
W
D2
D5
Beck
Dd 30 (=pegangan gitar)
|
(1). ledakan
(2).
kembang api
(3).
kobaran api
(4).
percikan darah
(1)
corengan
darah
(2)
api,
kobaran api, lautan
ledakan darah menetes
Darah menetes
|
X
|
W
D9
|
V kembang api
(1) noda darah
(2) api dan asap, api, obor, dan api
|
Penafsiran
konten harus di kerjakan lebih berhati-hati, dibutuhkan cukup pengetahuan
mengenai fasilitas rangsang yang tersedia pada masing-masing kartu, kelaziman
jawaban untuk yiap rangsang sehingga bisa ditelusuri kemungkinannya seandainya
S membrikan jawaban yang tidak lazim, keurutan munculnya jawaban tersebut,
relasi dengan konten lain, dengan keseluruhan protokol, dan seterusnya.
Untuk konten “darah” penafsirannya adalah;
(1)
Emosi label. (Bochner+Halpern, 1945; Schafer, 1948;
Philips+Smith,1953; Klopfer+Davidson, 1962).
(2)
Sikap bermusuhan, sadis, kondisi psikopat. (Rapaport et
al, 1946; linder, 1947; Mons, 1950; Philips+Smith, 1953; Kaswan et al,1960).
(3)
Anxiety
dan kecenderungan phobia. (linder, 1946; Elizur, 1949; Philips+Smith,1953; Haworth ,1962).
(4)
Kondisi
skizopren. (Rapaport et al, 1964; Schafer, 1948; Vinson, 1960).
(5)
Kondensi
depresip. (Schafer, 1948; Philips+Smith, 1953)
(6)
Bila
koaten darah muncul dari rangsang tak berwarna: kondisi histeria. (Rapaport et
al, 1946; Philips+Smith, 1953).
Api
(1)
Anxiety
dan tension. (Elizur, 1949; Philips+Smith, 1953; Rychulk+guinouard, 1961).
(2)
Enurotic,
pyronamia, dan orang yang tidak memiliki stamina, daya tahan, keuletan,
sehingga gampang
(3)
dimanipulasikan,
di ombang-ambing. (Philips+
LEDAKAN
(4). Sugests dynamic aggresion. (Halpern, 1953;
Kagan, 1960).
4.
Coler avoidance.
S yang menghindari warna dicirikan oleh ketidak mampuan
atau kegagalan dalam memanpaatkan lokasi berwarna. Dalam hal demikian hendaknya dibedakan
dan kemungkinan di bawah ini:
·
Warna
di hindari secara konsisten, artinya bukan hanya menghindar dari lokasi
berwarna di kartu II dan III, tapi juga di kartu VIII, IX, X, S hanya bereaksi
pada daerah putih atau abu-abu atau keabu-abuan.
·
Hanya
menghindari warna di kartu II dan III, sedangkan terhadap kartu VIII, IX, X, S
bersikap subsitive sebaimana nyata dari keluarnya jawaban disain warna, aneka
warna bunga, pola hiasan warna, “pastel shades”.
S yang secara
konsisten menghindari warna mecirikan hasrat untuk mengundurkan diri dari
suasana yang menyertakan tantangan emosional.
Apabila S hanya berhasil menghindar dari warna di kartu
II dan III akan tetapi bersikap submissive terhadap kehadiran warna di kartu
VIII, IX, X, berarti ada kalanya S tidak sanggup menanggulangi situasi
emosional, namun kenyataan bahwa S pernah bisa menghindar, berarti batas
tertentu S masih bisa mengontrol suasana emosional.
5.
Disregar for color with objektive
disturbance.
Pengabaian
warna yang disertai gangguan objektip, dicirikan oleh pemampaatan lokasi
berwarna, akan tetapi warnanya sendiri tidak disertakan dalam konsep jawaban.
Dalam hal ini kontrol S lebih gampang bobol dibandingkan dengan pada kasus
penghindaran, warna (color avoidance) sebagaimana terbukti dari ketidak mampuan
S untuk sekedar menghindari diri dari lokasi berwarna.
Susah
untuk di katakan mana yang lebih maladjusted, artinya mana yang lebih banyak
mengalami kesukaran dalam penyesuaian diri apakah S yang waktu memanpaatkan
lokasi berwarna mengalami gangguan obyektip lalu muncul jawaban yang tidak
tidak menyertakan warna rangsang dalam konsep jawabannya ataukah S yang waktu
memangfaatkan lokasi berwarna juga mengalami gangguan objektip akan tetapi
kemudian menyertakan warna tersebut dalam konsep jawabannya. Yang jelas
keduanya merasa tergangu oleh kehadiran warna; perbedaannya adalah, pada kasus
gangguan obyektip yang disertai pengabaian warna, S tidak sampai menyadari
bahwa gangguan tersebut sebenarnya bersumber pada suasana emosional, sedangkan
pada kasus ganguan obyektip yang disertai respon warna, disamping S merasakan
adanya gangguan diapun sadar dan memberikan reaksi emosional terhadap situasi
emosional yang dihadapinya.
GANGUAN WARNA.
Ganguan
warna dapat dialami sebagai gangguan subyektip atau gangguan obyektip atau
keduanya bersama-sama. Dalam beberapa hal kita akan dapat dengan mudah
memperbedakan macam ganguan subyektip atau obyektipberdasarkan ciri-ciri dari
atau ciri-ciri yang menyertai jawaban yang diberikan terhadap kartu berwarna,
namun disamping itu ada pula viri-ciri yang sekaligus mencirikan ganguan
subyektip dan ganguan obyektip sehingga sukar bagi kita untuk memastikan apakah
kesukaran yang dialami subyek pada kartu tertentu dapat di kategorikan sebagai
gangguan subyektip ataukah ganguan obyektip, padahal interprestasi untuk
ganguan obyektip.
Dalam
literan lam baik ganguan subyektip maupun ganguan obyektip keduanya dijebloskan
pada apa yang disebut “color shok”. Konsep mengenai color shok telah
dikemukakan sejak jaman Rorschach yang ditapsirkan sebagai indikasi dari adanya
ganguan, terutama gangguan yang yang bercorak neurotik, namun validitasnya
masih tetap dipersoalkan berhubung dengan penemuan-penemuan statistik yang
didapatkan kemudian. Bagi kita persoalannya jelas kekabutan itu justru
berpangkal pada cara melihat ciri-ciri dari color shok yang terlalu dangkal dan
mekanis, sekedar menghitung ciri-ciri adanya shok, tanpa memperhatikan bagaimana
sebenarnya S mengalami atau menghayati shok tersebut. Salah urus dalam
mengalami ciri-ciri dari color shok tentusaja akan menghasilkan angka-angaka
yang meragukan validitas penapsiran color shok.
Pembicaran
mengenai ganguan karena warna sebenarnya juga adalah pembicaraan mengenai shok
warna, namun persoalan tidak berhenti di kulitnya saja melainkan berusaha
memahami bagaimana shok atau ganguan warna tersebut dialami oleh subyek. Untuk
itulah kita harus pandai-pandai mencirikan mana termasuk ganguan subyektip dan
mana termasuk ganguan obyektip.
1.
ciri-ciri ganguan subyektip.
Ganguan
subyektip dapat dicirikan dari ekspresi verbal, pengungkapan atau
komentar-komentar terhadap warna yang disajikan, atau dari bagaiman cara S
mendeskripsikan konsep jawaban lokasi berwarna. Subyek menangkap warna sebagai
hal yang berbayhaya dalam arti menjadi biang kesulitan, menyusahkan, atau tidak
menyenangkan, baik hal itu langsung dikatakan secara terang-terangan, atau
sekedar tersirat dari cara pengungkapan konsep jawaban lokasi berwarna yang
mencirikan perasaan tidak senang.
Gangguan
subyektip mencirikan bahwa S memahami secara sadar akan ganguan yang
dialaminya manakala dihadapan pada dampak emosional. Apabila hal terjadi
tanpa ganguan obyektip berarti dalam menangani situasi emosional tersebut S
tetap dapat mempertahankan efisiensi intelektualnya, meskipun situasi emosional
demikian itu membuat dia merasa tak enak.
S
yang telah mengalami ganguan subyektip berarti tidak mengalami perasaan tidak
enak manakala dihadapkan pada situasi emosional, dan bila juga tidak disertai
ganguan obyektip berarti S mampu menangani situasi emosional tersebut. Gambaran
demikian merupakan ciri dari well adjusted personality.
2.
ciri-ciri ganguan obyektip.
Ciri-ciri ganguan obyektip yang disebutkan di bawah ini
dapat di baca dari score pada protokol :
·
penurunan
nilai FLR pada kartu berwarna atau pada konsep jawaban yang mempergunakan
lokasi berwarna;
·
perubahan
sukaesi, artinya perubahan pada keurutan pilihan lokasi jawaban yang terjadi
pada kartu berwarna;
·
perubahan
kualitas determinan pada kartu berwarna atau konsep jawaban yang menggunakan lokasi
berwarna;
·
tidak
menghasilkan jawaban P.
Apa yang diartikan dengan “perubahan “ disini adalah
perubahan sebagai resiko dari menurunnya effisiensi fungsi-fungsi manakala S di
tantang oleh kartu berwarna. Apabila perubahan yang terjadi justru ke arah sebaliknya,
ini berarti di bawah pengaruh dampak emosional fungsi-fungsi dapat menjadi
lebih effektif sehingga S mampu menghasilkan yang lebih konstruktip
dibandingkan dengan andaikata tidak dibarengi suasana emosional.
Diantara ciri-ciri yang disebutkan di atas, yang paling
signifikan tentu saja perubahan nilai FLR.
Rogresi pada perubahan suksesi dicirikan oleh kemunduran
dalam.
·
Pengamatan
yang tadinya terorganisir atau terintegrasi menjadi pengamatan fragmental;
·
Pengamatan
yang tadinya terdifferensiasi menjadi pengamatan yang tak terdifferensasi;
·
Perubahan pada cara pendekatan (approach) dari yang
tadinya sistematik atau orderly menjadi confussed atau tidak karu-karuan.
Mengenai penurunan kwalitas determinan, perubahan
tercermin pada.
·
Penyelesaian
konstriktip, penyempitan ke arah F, score F tampil menyolok menggntikan score
moment dan shsding yang sebelumnya bisa keluar dengan leluasa;
·
Kontrol
yang menjadi goyah sebagaimana dicirikan oleh turunannya nilai FLR.
Gangguan obyektip mencirikan penurunan effisiensi karena
situasi emosional. Besar kecilnya ganguan dapat dijadikan ukuran sampai
beberapa jauh, atau seberapa gawat penurunan effisiensi itu bisa terjadi. Maka
apabila penurunan itu jatuh sampai kenilai FLR negatip, berarti S mengalami
penurunan effisiensi cukup serius, yang berarti suasana emosional laganya
sangat mengganggu.
Apabila gangguan obyektip terjadi bersama-sama denga
gangguan subyektip berarti S mampu secara sadar memahami kesukaran-kesukaran
yang dihadapinya dan oleh karena itu pada kejadian demikian biasanya nampak
pula usaha untuk mengatasi tantangan emosional tersebut sekalipun misalnya
usaha tadi tak lebih dari sekedar menghindar dari situasi emosional.
Apabila
adanya gangguan obyektip tidak disertai tanda-tanda perasaan tak enak, terutama
apabila gangguan obyektip tadi dicirikan oleh nilai FLR negatip, berarti
dibawah pengaruh dampak emosional effisiensi jadi berantakan, lumpuh, hilang,
tidak ada instight terhadap kesukaran yang dihadapi, dan bersama-sama dengan
itu hubungan dengan realitas makin kendor dan menjadi goyah.
3. Ciri-ciri
gangguan subyektip dan/atau gangguan obyektip.
Disamping
ciri-ciri yang bisa dengan jelas membedakan mana yang termasuk gangguan
subyektip dan man yang termasuk gangguan
obyektip, ada pula ciri-ciri yang bisa mencirikan gangguan subyektip
tapi juga mencirikan gangguan obyektip, atau sekaligus mencirikan adanya
gangguan subyektip dan gangguan obyektip. Maka dalam hal
demikian, untuk kejelasannya perlu pemeriksaan lebih lanjut pada kesempatan
testing the limit.
Reaction time yang menjadi lebih panjang atau jarak waktu
yang menjadi berkepanjangan antara konsep jawaban yang satu dengan konsep
jawaban berikutnya pada klartu-kartu berwarna adalah ciri adanya gangguan yang
bisa dikategorikan sebagai gangguan subyektip. Tapi juga bisa dikatakan sebagai gangguan obyektip atau
kedua-duanya sekaligus:
·
Andaikata
waktu yang menjadi berkepanjangan pada kedua kemungkinan di atas merupakan
resiko dari usaha S yang sungguh-sungguh untuk membenamkan, untuk mensupres
konsep tidak menyenangkan yang andaikata lengah mencegatnya bisa keluar padahal
S tak hendak memperlihatkannya kepada pemeriksa dan menggantikannya dengan
konsep lain yang lebih layak, jelas perpanjangan waktu disini merupakan akibat
dari tingkah laku yang disadari dan karenanya bisa dikategirikan sebagai
gangguan subyektip;
·
Andaikata
waktu yang menjadi berkepanjangan tadi terjadi karena memang S membutuhkan
waktu cukup lama untuk mengamati kartu yang disajikan sebelum S berhasil
menemukan sesuatu, dan S menjadi tidak mampu menghasilkan konsep jawaban
secepat pada kartu tak berwarna lantaran mengalami blocking atau inhibisi,
jelas dalam hal demikian gangguan yang dialami subyek bisa dikategorikan
sebagai gangguan obyektip.
Kartu
berwarna yang direject atau apabila jumlah respon kartu
berwarna turun dengan menyolokpun sekaligus bisa mencirikan gangguan
subyektip maupun gangguan obyektip :
·
Andaikata
rejection terjadi lantaran dengan sadar S menghindar dari konsep jawaban yang
tidak disukai, misalnya idea yang berkaitan dengan seks dan bisa dikategorikan
sebagai gangguan subyektip. Demikian pula halnya andaikata pada kartu tertentu
jumlah respon turun menyolok lantaran sebagian dari alternatip respon
disapress;
·
Andaikata
rejection atau turunya jumlah respon pada kartu berwarna disebabkan karena S
mengalami blocking atau lahibisi, artinya walaupun S mengamat-ngamati kartu
yang disajikan dengan cermat, iatetap tak bisa menemukan apa-apa atau hanya
bisa menemukan sedikit saja, maka gangguan yang dialami S dikategorikan sebagai
gangguan obyektip. Sampai berapa jauh kekuatan blocking itu, dapat ditelusuri
pada testing the limit dengan memeriksa kesediaan S menerima konsep yang
disugestikan padanya.
Konten dari respon dapat pula sekali gus mencirikan
gangguan subyektip maupun obyektip. Respon
tidak menyenangkan lahir dengan bermacam cara :
·
Andaikata
waktu merumuskan jawabannya S nampak merasa tidak senang,juga andaikata
perasaan tidak senang itu baru bisa terungkap dengan jelas pada testing the
limit, maka gangguan yang dialami S adalah gangguan subyektip. Ada sebagian S yang dengan cerdik berhasil
menutup-nutup atau menyembunyikan perasaan tidak senangnya itu dibalik
kata-kata yang lazim, yang nampak seolah-olah wajar karena memang terkontrol
sebagaimana ditunjukan oleh nilai FLR baik ;
·
Perhatikan
bahwa cara pengungkapan serupa bisa juga dihasilkan pada kasus “cold blooded
use of hot color consepts”, perbedaannya adalah, konsep yang dilahirkan dari
penanganan warna-warna panas darah dingin menjadi tanpa disertai tanda-anda
adanya gangguan subyektip menghasilkan nilai FLR rendah dan konten yang tidak
enak, tidak terkontrol, misalnya konsep anatomi yang tidak menyenangkan,
ledakan, sesuatu yang mengesankan desintegrasi. Cold bloded use of color
consepts mencirikan kedangkalan reaksi affektip yang serius.
Pemahamam mengenai gangguan subyektip dan gangguan
obyektip sangat penting terutama bagi menentukan diagnosa. Beberapa alternatip
yang dapat ditelusuri lebih lanjut kemungkinan-kemungkinannya dengan aspek lain atau test lain :
·
S
tanpa gangguan obyektip dan tanpa gangguan subyektip adalah ciri karakteristik
dari kepribadian yang Well Integrated, ia mampu membangun hubungan yang serasi
dengan lingkungannya ;
Sedikit gangguan subyektip akan tetapi tanpa ganguan
obyektip masih bisa dikategorikan sebagai S normal ;
·
Gangguan
subyektip yang nampak jelas adalah ciri dari karakteristikdari neurotic
adjustment. Bila disertai ganguan obyektip, makin kuat ganguan obyektip
tersebut, kondisi neurotik S makin serius
;
·
Gangguan
subjyektip sedikit akan tetapi gangguan obyektip terus-menerus, bersrtu S
mendekati daerah psikotik ;
·
Pada
orang psikopat, gangguan subyektip nampak gangguan obyektip bisa tidak nampak,
dan protokol yang diperoleh menjadi nampak seperti protokol S normal, (pseudo
normal). Dalam hal demikian perlu dilakukan pemeriksaan lebih
cermat mengenaihal yang berkaitan dengan affek (dangkal atau dalam)dan
kapaditas untuk object relations.
KEPUSTAKAAN
S.d. , Beck A.C., Levitt, F.E., Milish,
M.B., Rorschach’s Test, Vol 1 : Basic processes,
Grune and Stratton, New York1961, hal. 58-108, hal . 222-223.
Klopfer. R., Alamvert M.D., Klopfer, W.C.,
Molt, R.R., Development In The Rorchacj
Technique, Vol 1: Technique........, World Book Co, New York , 1553,
hal, 338-334.
.................................................................................................................................... ........................................................................................................................ .............
.................................................................................................................................... ........................................................................................................................ .............
No comments:
Post a Comment